Yup, hari ini topiknya mendengar... baik dari mereka yang menjenguk, dari angin yang berhembus, maupun dari teman serumah dan dari kekasih tentunya. Aku mendengar dan menghasilkan berbagai keputusan yang mungkin hanya bisa dimengerti oleh segelintir orang saja.
Beberapa saat lalu, aku membaca di salah satu twit bagaimana salah satu netizen menyarankan yang ingin hidup bersama ODB yang diumpamakan olehnya sebagai "orang yang begini", itu harus pikir-pikir dulu. Memerlukan energi yang lebih dan supaya hati-hati.
Memang terdengar biasa, tapi buat aku yang dikelompokkan sebagai orang yang "begini" dan harus hati-hati, hanya menambah jelas stigma bila yah emang faktanya ODB yang termasuk dalam mental illness lebih banyak nyusahinnya dan kalo bisa dijauhi. Untungnya, aku udah terbiasa untuk mendapatkan stigma itu, dari kecil, dari keluarga malah, apalagi dari orang lain. Sehingga ketika ada orang berbicara seperti itu, aku hanya bisa tersenyum dan menerima kodratku.
Ya pada dasarnya, aku tidak mau nyusahin orang. Aku sendiri selalu menyesali bila apa yang terjadi, setelah episode mengerikan itu terjadi, akan banyak kerusakan dan luka disana-sini, terutama dari orang yang paling dekat dengan kita. Ada yang menyerah, ada yang berusaha pasif seperti angin menunggu untuk dihubungi, ada yang dengan terang-terangan menjauh.
Aku sendiri berusaha untuk tetap ada bagi kekasihku yang sudah berjalan 5thn ini. Dengan jatuh bangunnya kami, kami tau bisa saling bantu. Take and give dan dalam kondisi buruk sekalipun, ternyata aku merasa bisa membantu si dia meningkatkan kualitas hidupnya. Aku merasa berguna, sebagaimana aku merasa diinginkan dan dicintai olehnya.
Disisi lain, ada sahabat yang mungkin aku merasa setelah kedatanganku yang singkat, malah membuat ritme hidupnya semakin semrawut dan aku tentu tidak mau merasa bersalah. Apalagi ternyata setiap orang punya sisi gelap mereka sendiri yang kadang muncul tidak bisa ditahan. Merobek, melukai dan menyesal pada akhirnya. Aku mensukuri angin yang berhembus membelai pipi, aku mensukuri semua, namun aku mungkin akan berusaha untuk sementara ini tidak ingin membuat jatuh korban yang lain.
Memang banyak orang yang peduli, namun tanpa disadari, kepedulian mereka itu sendiri menjadi stressor baru untuk ku. Contoh seperti hari ini dimana ada bbrp pengurus masjid yang datang menjenguk, dan meskipun aku terangkan dengan bahasa se awam apapun, mungkin sulit dimengerti. Mereka memberikan masukan untuk pijit alternatif ke si A, atau hipnoterapi, dll. Aku tau, itu semua adalah hal yang tidak bisa membantu kondisi ODB. Tapi bila tidak diikuti, stigma lain akan muncul, aku si keras kepala dikasih masukan aja gak diturut, dia sendiri gak mau rubah, etc. Malah tambah pikiran.
Yah itulah saya, seorang lelaki paruh baya yang saat ini hanya memiliki satu orang saja dari seluruh dunia ini yang terus kupertahankan sebagai teman bicara dan pendamping hidup, karena memang aku mencintainya. Dan ternyatanya, cinta ini bisa merubahku dan mampu membuat aku melakukan hal-hal yang selama ini tidak terpikirkan. Bagiku, setiap alasan untuk ku bertahan hidup sangat berarti. Apakah kehadiran sang kekasih yang selalu saling membutuhkan maupun angin lalu yang datang dan pergi sesuai suasana hati. Ya, aku selalu bisa mendengar kabar yang dihembuskan sang angin dimanapun aku berada.
Bilakah aku akan kembali bercengkrama dengan angin, mungkin, tapi tidak saat ini. Aku masih trauma ketika angin itu menjadi sebuah badai yang mengerikan dan mencabik-cabik dengan tanpa perasaan. Aku tau angin akan kembali lembut dan membuat dunia ini indah, tapi cukuplah sudah ketika sang angin tanpa sadar tidak mempertahankanku, berlalu, berhembus, seperti angin yang berlalu.
Dan pada akhirnya, kembali, aku hanya ucapkan terima kasih untuk mereka semua yang telah mencoba untuk peduli padaku, meskipun pada akhirnya aku hanya membuka pintu hati ini saat ini hanya untuk dark angel seorang.
One is better then nothing at all, right? Dan bersukurnya lagi, I love her so much.
PS: aku keknya manik, susah bobo, dan medku kembali kuminum.... entah sampai kapan...
Beberapa saat lalu, aku membaca di salah satu twit bagaimana salah satu netizen menyarankan yang ingin hidup bersama ODB yang diumpamakan olehnya sebagai "orang yang begini", itu harus pikir-pikir dulu. Memerlukan energi yang lebih dan supaya hati-hati.
Memang terdengar biasa, tapi buat aku yang dikelompokkan sebagai orang yang "begini" dan harus hati-hati, hanya menambah jelas stigma bila yah emang faktanya ODB yang termasuk dalam mental illness lebih banyak nyusahinnya dan kalo bisa dijauhi. Untungnya, aku udah terbiasa untuk mendapatkan stigma itu, dari kecil, dari keluarga malah, apalagi dari orang lain. Sehingga ketika ada orang berbicara seperti itu, aku hanya bisa tersenyum dan menerima kodratku.
Ya pada dasarnya, aku tidak mau nyusahin orang. Aku sendiri selalu menyesali bila apa yang terjadi, setelah episode mengerikan itu terjadi, akan banyak kerusakan dan luka disana-sini, terutama dari orang yang paling dekat dengan kita. Ada yang menyerah, ada yang berusaha pasif seperti angin menunggu untuk dihubungi, ada yang dengan terang-terangan menjauh.
Aku sendiri berusaha untuk tetap ada bagi kekasihku yang sudah berjalan 5thn ini. Dengan jatuh bangunnya kami, kami tau bisa saling bantu. Take and give dan dalam kondisi buruk sekalipun, ternyata aku merasa bisa membantu si dia meningkatkan kualitas hidupnya. Aku merasa berguna, sebagaimana aku merasa diinginkan dan dicintai olehnya.
Disisi lain, ada sahabat yang mungkin aku merasa setelah kedatanganku yang singkat, malah membuat ritme hidupnya semakin semrawut dan aku tentu tidak mau merasa bersalah. Apalagi ternyata setiap orang punya sisi gelap mereka sendiri yang kadang muncul tidak bisa ditahan. Merobek, melukai dan menyesal pada akhirnya. Aku mensukuri angin yang berhembus membelai pipi, aku mensukuri semua, namun aku mungkin akan berusaha untuk sementara ini tidak ingin membuat jatuh korban yang lain.
Memang banyak orang yang peduli, namun tanpa disadari, kepedulian mereka itu sendiri menjadi stressor baru untuk ku. Contoh seperti hari ini dimana ada bbrp pengurus masjid yang datang menjenguk, dan meskipun aku terangkan dengan bahasa se awam apapun, mungkin sulit dimengerti. Mereka memberikan masukan untuk pijit alternatif ke si A, atau hipnoterapi, dll. Aku tau, itu semua adalah hal yang tidak bisa membantu kondisi ODB. Tapi bila tidak diikuti, stigma lain akan muncul, aku si keras kepala dikasih masukan aja gak diturut, dia sendiri gak mau rubah, etc. Malah tambah pikiran.
Yah itulah saya, seorang lelaki paruh baya yang saat ini hanya memiliki satu orang saja dari seluruh dunia ini yang terus kupertahankan sebagai teman bicara dan pendamping hidup, karena memang aku mencintainya. Dan ternyatanya, cinta ini bisa merubahku dan mampu membuat aku melakukan hal-hal yang selama ini tidak terpikirkan. Bagiku, setiap alasan untuk ku bertahan hidup sangat berarti. Apakah kehadiran sang kekasih yang selalu saling membutuhkan maupun angin lalu yang datang dan pergi sesuai suasana hati. Ya, aku selalu bisa mendengar kabar yang dihembuskan sang angin dimanapun aku berada.
Bilakah aku akan kembali bercengkrama dengan angin, mungkin, tapi tidak saat ini. Aku masih trauma ketika angin itu menjadi sebuah badai yang mengerikan dan mencabik-cabik dengan tanpa perasaan. Aku tau angin akan kembali lembut dan membuat dunia ini indah, tapi cukuplah sudah ketika sang angin tanpa sadar tidak mempertahankanku, berlalu, berhembus, seperti angin yang berlalu.
Dan pada akhirnya, kembali, aku hanya ucapkan terima kasih untuk mereka semua yang telah mencoba untuk peduli padaku, meskipun pada akhirnya aku hanya membuka pintu hati ini saat ini hanya untuk dark angel seorang.
One is better then nothing at all, right? Dan bersukurnya lagi, I love her so much.
PS: aku keknya manik, susah bobo, dan medku kembali kuminum.... entah sampai kapan...
Comments
Post a Comment